Bab I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Globalisasi memang sebuah keniscayaan waktu yang mau tidak mau dihadapi oleh negara manapun di dunia. Ia mampu memberikan paksaan kepada tiap negara untuk membuka diri terhadap pasar bebas. Hampir tiap negara mengalami hal serupa dalam era globalisasi yang serba terbuka ini. Pihak yang diuntungkan dalam perkembangan situasi ini tak lain adalah negara maju yang memiliki tingkat kemapanan jauh di atas negara berkembang.
Dalam globalisasi, negara-negara berkembang mau tidak mau, suka tidak suka, harus berinteraksi dengan negara-negara maju. Melalui interaksi inilah negara maju pada akhirnya melakukan hegemoni dan dominasi terhadap negara-negara berkembang dalam relasi ekonomi politik internasional.
Globalisasi yang hampir menenggelamkan setiap bangsa tentunya memberikan tantangan yang mau tidak mau harus bangsa ini taklukkan. Era keterbukaan sudah dan mulai mengakar kuat, identitas nasional adalah barang mutlak yang harus dipegang agar tidak ikut arus sama dan seragam yang melenyapkan warna lokal serta tradisional bersamanya. Perlu dipahami bahwa identitas nasional, dalam hal ini Pancasila mempunyai tugas menjadi ciri khas, pembeda bangsa kita dengan bangsa lain selain setumpuk tugas-tugas mendasar lainnya. Pancasila bukanlah sesuatu yang beku dan statis, Pancasila cenderung terbuka, dinamis selaras dengan keinginan maju masyarakat penganutnya. Implikasinya ada pada identitas nasional kita yang terkesan terbuka, serta terus berkembang untuk diperbaharui maknanya agar relevan dan fungsional terhadap keadaan sekarang
Ketika globalisasi tidak disikapi dengan cepat dan tepat maka hal ia akan mengancam eksistensi kita sebagai sebuah bangsa. Globalisasi adalah tantangan bangsa ini yang bermula dari luar, sedangkan pluralisme sebagai tantangan dari dalam yang jika tidak disikapi secara bijak tentu berpotensi menjadi masalah yang bisa meledak suatu saat nanti. Berhasil atau tidaknya kita menjawab tantangan keterbukaan zaman itu tergantung dari bagaimana kita memaknai dan menempatkan Pancasila dalam berpikir dan bertindak.
Salah satu lokomotif globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi ini berimplikasi pada cepatnya proses informasi dan komunikasi di seluruh belahan dunia. Kalau dulu pernah ada slogan “dunia tak selebar daun kelor” maka di era globalisasi slogan itu sebenarnya telah usang, karena kenyataannya memang “dunia selebar daun kelor”, Dunia menjadi sedemikian sempit dan kecil. Semua peristiwa yang terjadi di suatu belahan dunia dapat langsung disaksikan detik itu juga di penjuru dunia lain, sekecil apapun kejadian itu, dari peristiwa pemilihan presiden sampai perselingkuhan seorang wakil rakyat. Begitu pula apa yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat dunia dapat juga dilakukan oleh komunitas lainnya dalam model dan kualitas yang tidak berbeda.
Beberapa ciri penting (sekaligus sebagai implikasi) globalisasi adalah: Pertama, hilangnya batas antarnegara (borderless world), maraknya terobosan (breakthough) teknologi canggih, telekomunikasi dan transportasi, sangat memudahkan penduduk bumi dalam beraktivitas. Dengan berdiam di rumah atau di ruang kantor, seseorang bisa bebas selancar ke seluruh isi dunia, sampai-sampai rencana pembunuhan pun bisa diketahui sebelumnya.
Secara alamiah, tanah air kita memiliki tiga karakteristik utama, yaitu secara geografis sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau dan ratusan ribu kilometer garis pantai serta terletak pada “posisi silang” antara dua benua dan dua samudra, memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Serta secara demografis memiliki keanekaragaman yang sangat luas dalam berbagai bidang dan dimensi kehidupan seperti ras/etnis,agama, bahasa, kultur, sosial, ekonomi dan lain-lain. Faktor letak strategis dan kekayaan sumber daya alam tadi akan semakin penting manakala aspek geoekonomi, geopolitik dan geostrategi menjadi bahan tinjauan. 90% energi yang dibutuhkan Jepang dikapakan melalu perairan Indonesa. 60% ekspor Austalia dikirim ke Asia melalui perairan Indonesia. Amerika Serikat minta innocentpassage melinta dari timur ke barat di dalam wilayah perairan territorial indonesia, bagi pemelihara hegemoni dan aksesnya ke sumber minyak di TimurTengah, tidak heran jika banyak negara berkepentingan terhadap kestabilan atau instabilitas indonesia yang kaya akan minyak, mineral, hutan dan aneka ragam kekayaan laut. Oleh karenaya salah satu konsekuensi dari ciri letak strategis dan kekayaan SDA tadi adalah masuknya berbagai pekentingan asing ke dalam negeri kita.
Pergesekan antar berbagai kepentingan asing tersebut selain aneka kepentingan internal / nasional dapat dilahirkan berbagai macam konflik di Indonesia. Sedangkan secara demografis dengan 1072 etnik yang menghuni kepulauan Indonesia serta ribuan macam adat-budaya, ratusan macam bahasa serta sekian banyak agama yang menjadi ciri pluriformitas bangsa,sudah barang tentu selain menyimpan berbagai macam kekayaan budaya, juga sekaligus mengandung berbagai potensi dan sumber konflik.
Tanpa disadari sebenarnya saat ini bangsa Indonesia sedang terlibat dalam suatu peperangan dalam kondisi terdesak hampir terkalahkan. Kita dapat saksikan dengan kasat mata terpinggirkannya nilai-nilai luhur budaya bangsa seperti kekeluargaan, gotong-royong, toleransi, musyawarah mufakat dan digantikan oleh individualisme, kebebasan tanpa batas, sistem one man one vote dan sebagainya.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan ini diharapkan agar pembaca dapat memaknai serta mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dan undang – undang 1945 dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial budaya dan Hukum secara benar. penulisan ini diharapkan dapat mencerahkan kembali ideology pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga Negara ini (Indonesia) dapat tetap hidup dengan jati dirinya untuk mencapai cita-citanya
3. Ruang Lingkup
Adapun penulisan ini mencakup pembahasan mengenai aktualisasi yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial budaya dan bidang hukum. Dan juga contoh aktualisasi yang tidak sesuai dengan amanat pancasila dan UUD 1945.
BAB II PEMBAHASAN
AKTUALISASI PENGAMALAN PANCASILA DAN UUD 1945
Sebagai suatu paradigma, Pancasila merupakan model atau pola berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai manusia personal dan komunal dalam bentuk bangsa. Pancasila yang merupakan satuan dari sila-silanya harus menjadi sumber nilai, kerangka berfikir, serta asas moralitas bagi pembangunan.
Aktualisasi pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi secara obyektif dan subyektif. Aktualisasi pancasila secara obyektif yaitu aktualisasi pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara, bidang politik, bidang ekonomi dan bidang hukum. Sedangkan aktualisasi pancasila secara subyektif yaitu aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat
Pancasila itu menggambarkan Indonesia, Indonesia yang penuh dengan nuansa plural, yang secara otomatis menggambarkan bagaiaman multikulturalnya bangsa kita. Ideologi Pancasila hendaknya menjadi satu panduan dalam berbangsa dan bernegara.
Para founding father kita dengan cerdas dan jitu telah merumuskan formula alat perekat yang sangat ampuh bagi negara bangsa yang spektrum kebhinekaannya teramat lebar (multfi-facet natio state) seperti Indonesia. Alat perekat tersebut tiada lain daripada Pancasila yang berfungsi pula sebagai ideologi, dasar negara serta jatidiri bangsa. Sampai kiniPancasila diyakini sebagai yang terbaik dari sekian alternatif yang ada,merupakan ramuan yang tepat dan mujarab dalam mempersatukan bangsa, sehinggaProf. Dr. Syafi'i Maarif menyebutnya sebagai “Indonesia Masterpiece” (Karya Agung Bangsa Indonesia). Namun demikian Pancasila tidak akan dapat memberimanfaat apapun manakala keberadannya hanya bersifat sebagai konsep atau software belaka. Untuk dapat berfungsi penuh sebagai perekat bangsa. Pancasila harus diimplementasikan dalam segala tingkat kehidupan, mulai dari kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pancasila), dan dalam segala aspek meliputi politik, ekonomi, budaya, hukum dan sebagainya.
1. Bidang Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai) system politik Indonesia adalah dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV “….. maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemasusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia”.Sehingga system politik Indonesia adalah Demokrasi pancasila .
Dimana demokrasi pancasila itu merupakan system pemerintahan dari rakyat dalam arti rakyat adalah awal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengamalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
Nilai dan ruh demokrasi yang sesuai dengan visi Pancasila adalah yang berhakikat:
a. kebebasan, terbagikan/terdesentralisasikan, kesederajatan, keterbukaan, menjunjung etika dan norma kehidupan
b. kebijakan politik atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat , kontrol publik,
c. Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya
d. supremasi hukum.
Begitu pula standar demokrasinya yang :
a. bermekanisme ‘checks and balances’, transparan, akuntabel,
b. berpihak kepada ‘social welfare’, serta
c. meredam konflik dan utuhnya NKRI.
perbaikan moral tiap individu yang berimbas pada budaya anti-korupsi serta melaksanakan tindakan sesuai aturan yang berlaku adalah sedikit contoh aktualisasi Pancasila secara Subjektif. Aktualisasi secara objektif seperti perbaikan di tingkat penyelenggara pemerintahan. Lembaga-lembaga negara mesti paham betul bagaimana bekerja sesuai dengan tatanan Pancasila. Eksekutif, legislatif, maupun yudikatif harus terus berubah seiring tantangan zaman.
(Kompas, 01 April 2003). “Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan”. Pada kalimat itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi kepentingan kelompok/partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya penguasaan bangsa. Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya mendapat perhatian dan kesejahteraan.
Penyelenggaraan negara yang menyimpang dari ideologi pancasila dan mekanisme Undang Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidak seimbangan kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara dan makin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan yang ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absoluth karena wewenang dan kekuasaan Presiden berlebih (The Real Executive ) yang melahirkan budaya Korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga terjadi krisis multidimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.
Ini bisa dilihat betapa banyaknya pejabat yang mengidap penyakit “amoral” meminjam istilah Sri Mulyani-moral hazard. Hampir tiap komunitas (BUMN maupun BUMS), birokrasi, menjadi lumbung dan sarang “bandit” yang sehari-hari menghisap uang negara dengan praktik KKN atau kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Sejak Republik Indonesia berdiri, masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme selalu muncul ke permukaan. Bermacam-macam usaha dan program telah dilakukan oleh setiap pemerintahan yang berkuasa dalam memberantas korupsi tetapi secara umum hukuman bagi mereka tidak sebanding dengan kesalahannya, sehingga gagal untuk membuat mereka kapok atau gentar. Mengapa tidak diterapkan, misalnya hukuman mati atau penjara 150 tahun bagi yang terbukti.
Para elit politik dan golongan atas seharusnya konsisten memegang dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap tindakan. Dalam era globalisasi saat ini , pemerintah tidak punya banyak pilihan. Karena globalisasi adalah sebuah kepastian sejarah, maka pemerintah perlu bersikap. ”Take it or Die” atau lebih dikenal dengan istilah ”The Death of Government”. Kalau kedepan pemerintah masih ingin bertahan hidup dan berperan dalam paradigma baru ini maka orientasi birokrasi pemerintahan seharusnya segera diubah menjadi public services management
2. Bidang Ekonomi
Pengaktualisasian pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM).selain itu ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila yang meliputi:
1. ekonomika etik dan ekonomika humanistik
2. nasionalisme ekonomi & demokrasi ekonomi
3. ekonomi berkeadilan social.
Namun pada kenyataannya, sejak pertengahan 1997 krisis ekonomi yang menimpa Indonesia masih terasa hingga hari ini. Di tingkat Asia, Indonesia yang oleh sebuah studi dari The World Bank (1993) disebut sebagai bagian dari Asia miracle economics, the unbelieveble progress of development, ternyata perekonomiannya tidak lebih dari sekedar economic bubble, yang mudah sirna begitu diterpa badai krisis (World Bank, 1993).
Krisis ekonomi terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia Orde Baru dan Orde Lama yang dialami sekarang ini telah mencuatkan tuntutan reformasi total dan mendasar (radically). Bermula dari krisis moneter (depresi rupiah) merambah ke lingkungan perbankan hingga ke lingkup perindustrian.
Kebijakan perekonomian Indonesia yang diterapkan tidak membumi, hanya sebatas “membangun rumah di atas langit” dan akibatnya upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi tersingkirkan. Rakyat masih terus menjadi korban kegagalan kebijakan pemerintah.
Potret perekonomian Indonesia semakin buram, memperhatikan kebijakan pemerintah yang selalu “pasrah” dengan Bank Dunia atau pun International Monetary Fund (IMF) dalam mencari titik terang perbaikan ekonomi Indonesia. Belum lagi menumpuknya utang luar negeri semakin menghimpit nafas bangsa Indonesia, sampai-sampai seorang bayi baru lahir pun telah harus menanggung hutang tidak kurang dari 7 juta rupiah.
Seorang pengamat Ekonomi Indonesia, Prof. Laurence A. Manullang, mengatakan bahwa selama bertahun-tahun berbagai resep telah dibuat untuk menyembuhkan penyakit utang Internasional, tetapi hampir disepakati bahwa langkah pengobatan yang diterapkan pada krisis utang telah gagal. Fakta yang menyedihkan adalah Indonesia sudah mencapai tingkat ketergantungan (kecanduan) yang sangat tinggi terhadap utang luar negeri. Sampai sejauh ini belum ada resep yang manjur untuk bisa keluar dari belitan utang. Penyebabnya adalah berbagai hambatan yang melekat pada praktik yang dijalankan dalam sistem pinjaman internasional, tepatnya negara-negara donor (Bogdanowicz-Bindert, 1993).
Keputusan pemerintah yang terkesan tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan untuk segera memasuki industrialisasi dengan meninggalkan agraris, telah menciptakan masalah baru bagi national economic development. Bahkan menurut sebagian pakar langkah Orde baru dinilai sebagai langkah spekulatif seperti mengundi nasib, pasalnya, masyarakat Indonesia yang sejak dahulu berbasis agraris Sebagai konsekuensinya, hasil yang didapat, setelah 30 tahun dicekoki ideologi ‘ekonomisme’ itu justru kualitas hidup masyarakat Indonesia semakin merosot tajam (dekadensia).
Jika hingga saat ini kualitas perekonomian belum menampakkan perubahan yang signifikan, tidak menutup kemungkinan, akan mendapat pukulan mahadasyat dari arus globalisasi. Kekhawatiran ini muncul, karena pemerintah dalam proses pemberdayaan masyarakat lemah masih parsial dan cenderung dualisme, antara kemanjaan (ketergantungan) pemerintah kepada IMF, sementara keterbatasan akomodasi bentuk perekonomian masyarakat yang tersebar (diversity of economy style) di seluruh pelosok negeri tidak tersentuh. Hal ini juga terlihat jelas pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak proporsional, tidak mencerminkan model perekonomian yang telah dibangun oleh para Founding Father terdahulu. Hal ini dapat dilihat pada beberapa kasus, misalnya, pencabutan subsidi di tengah masyarakat yang sedang sulit mencari sesuap nasi, mengelabuhi masyarakat dengan raskin (beras untuk rakyat miskin), atau jaring pengaman sosial (JPS) lain yang selalu salah alamat.
3. Bidang Sosial Budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005: 172).
Aktualisasi Pancasila dalam bidang social budaya berwujud sebagai pengkarakter sosial budaya (keadaban) Indonesia yang mengandung nilai-nilai religi, kekeluargaan, kehidupan yang selaras-serasi-seimbang, serta kerakyatan profil sosial budaya Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia yang gagasan, nilai, dan norma/aturannya yang tanpa paksaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan proses pembangunan budaya yang dibelajarkan/dikondisikan dengan tepat dan diseimbangkan dalam tatanan kehidupan, bukan sebagai suatu warisan dari generasi ke generasi, serta penguatkan kembali proses integrasi nasional baik secara vertical maupun horizontal.
Begitu luasnya cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun, ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia. Semua kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya Indonesia dapat berkembang di Indonesia.
Seperti terjadinya pergeseran gaya hidup (life style) yang oleh sejumlah pakar gejala ini termasuk jenis kemiskinan sosial-budaya. Beberapa indikasi dapat dikemukakan di sini, antara lain: manusia hidup cenderung materialistik dan individualistik,menurunnya rasa solidaritas, persaudaraan, rasa senasib-sepenanggungan, keharusan mengganti mata pencaharian, pelecehan terhadap institusi adat, dan bahkan pengikisan terhadap nilai-nilai tertentu ajaran agama. Ciri ini telah ada dan berkembang hingga ke daerah-daerah. Dulu masih dapat dinikmati indahnya hubungan kekeluargaan (silaturrahim), realitas sekarang semua itu sudah tergantikan dengan komunikasi jarak jauh. Misalnya, kebiasaan berkunjung ke daerah untuk merayakan lebaran atau hari-hari penting lainnya, telah tergantikan dengan telpon atau e-mail. Mestinya kondisi ini tidak perlu terjadi pada bangsa yang dikenal ramah, santun, dan religius.
Perobahan sosial berikutnya bahwa pluralitas tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi dimasa yang akan datang kemajemukan masyarakt Indonesia yang sangat heterogen ditandai dengan adanya sinergi dari peran, fungsi dan profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga kontribusi profesi individu/kelompok itulah yang akan mendapat tempat dimanapun mereka berprestasi.
Ini menunjukan bahwa filter Pancasila tidak berperan optimal, itu terjadi karena pengamalan Pancasila tidak sepenuhnya dilakukan oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu harus ada tindakan lanjut agar budaya bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila. Pembudayaan Pancasila tidak hanya pada kulit luar budaya misalnya hanya pada tingkat propaganda, pengenalan serta pemasyarakatan akan tetapi sampai pada tingkat kemampuan mental kejiwaan manusia yaitu sampai pada tingkat akal, rasa dan kehendak manusia.
4. Bidang Hukum
Pertahanan dan Keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya hidup manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan hankam. Pertahanan dan keamanan harus diletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai soatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.
Pertahanan dan Keamanan, Pancasila dapat dijadikan sebagai margin of appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line at which supervision should give way to State’s discretion in enacting or enforcing its law, striking(menemukan) a balance between a right quaranteed and a permitted derogation (limitation), Move principle of justification than interpretation, Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute, A Uniform Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging confrontantions.
Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan mewarnai segala sub sistem di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa “law making process”, struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law enforcement” maupun budaya hukum yang berkaitan dengan “law awareness”. Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang mengendalikan kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:
1. Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada saat 4 kali proses amandemen
2. Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia
3. Pada saat proses internal di mana The Founding Fathers menentukan urutan Pancasila.
Mengingat TNI sebagai bagian integral bangsa Indonesia senantiasa memegang teguh jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional berperan serta mewujudkan keadaan aman dan rasa aman masyarakat, sesuai perannya sebagai alat petahanan NKRI. TNI sebagai bagian dari rakyat berjuang bersama rakyat, senantiasa menggugah kepedulian TNI untuk mendorong terwujudnya kehidupan demokrasi, juga terwujudnya hubungan sipil militer yang sehat dan persatuan kesatuan bangsa melalui pemikiran, pandangan, dan langkah-langkah reformasi internal ini.
Beberapa arah kebijakan negara yang tertuang dalam GBHN, dan yang harus segera direlisasikan, khususnya dalam bidang hukum antara lain:
1. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbarui Undang-undang warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidak adilan gender dan ketidak sesuaiaannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
2. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan para penegak hukum, termasuk Kepolisian RI, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
3. Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
4. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
Satu hal yang perlu kita garis bawahi, bahwa Indonesia adalah negara hukum, artinya semua lembaga, institusi maupun person yang ada di dalamnya harus tunduk dan patuh pada hukum. Maka ketika hukum di Indonesia betul-betul ditegakkan dengan tegas, dan dikelola dengan jujur, adil dan bijaksana, insya Allah negeri ini akan makmur dan tentram
Namun saat ini betapa rapuhnya sistem dan penegakkan hukum (law enforcement) di negeri ini dan karena itu merupakan salah satu kendala utama yang menghambat kemajuan bangsa, sistem hukum yang masih banyak mengacu pada sistem hukum kolonial, penegakkan hukum yang masih terkesan tebang pilih, belum konsisten merupakan mega pekerjaan rumah serta jalan panjang yang harus ditempuh dalam bidang hukum, Kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum, termasuk lembaga-lembaga penegak hukum, kian terpuruk . contohnya setelah putusan Kasasi Akbar Tanjung, sebagian besar masyarakat menganggap putusan Mahkamah Agung itu mengusik keadilan masyarakat sehingga menimbulkan rasa kekecewaan yang sangat besar. Akibatnya, kini ada kecenderungan munculnya sinisme masyarakat terhadap setiap gagasan dan upaya pembaharuan hukum yang dimunculkan oleh negara maupun civil society.
Patut kita jadikan referensi tersendiri kasus-kasus menarik MA, berawal dari isu kolusi dalam kasus Ghandi Memorial School (GMS), yang menjadi sangat menarik karena kasus ini justru berasal dari Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto. Dan kasus korupsi dana non bagiter bulog senilai 40 miliar, yang menjadi tersangka utama ketua DPR RI, yang sekaligus Ketua Umum Partai yang berlambang pohon beringin, Akbar Tanjung. Yang kesemuanya itu merupakan representasi dari berbagai putusan pengadilan atas kasus-kasus korupsi lainnya yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat dan sense of crisis. Sejak komitmen reformasi dicanangkan tahun 1998, mandat reformasi hukum paling utama adalah “ Membersihkan sapu kotor” agar mampu Membersihkan “lantai kotor”. Sapu kotor menggambarkan institusi penegak hukum kita kepolisian, kejaksaan, dan peradilan yang belum steril dari praktek korupsi sehingga menyulitkan untuk melaksanakan mandat penegakan hukum secara tidak diskriminatif.
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
Tidak ada yang dapat mengelakan arus globalisasi yang menghampiri kita bahkan negeri ini , Globalisasi adalah tantangan bangsa ini yang bermula dari luar dan tentunya memberikan tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi bangsa ini. Ketika globalisasi tidak disikapi dengan cepat dan tepat maka hal ini akan mengancam eksistensi kita sebagai sebuah bangsa.
Indonesia sesungguhnya memiliki satu pamungkas yang menyatukan sekian potensi lokal dalam sebuah perahu untuk mengarungi arus globalisasi, yakni Pancasila. namun dengan begitu derasnya arus globalisasi yang menerpa bangsa ini, seakan memudarkan nilai-nilai pancasila yang seharusnya dapat diaktualisasikan oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang.
Dalam bidang Politik Indonesaia menganut system demokrasi pancasila yang bertumpu pada kedaulatan rakyat sehingga rakyatlah yang harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Namun masalahnya adalah ketika sudah menjadi seorang penguasa atau pejabat pemerintahan semua cita-cita yang di amanatkan pancasila dan UUD 1945 seakan sirna dengan kemewahan dan kesenangan pribadi atupun kelompok.
Bidang Ekonomi aktualisasian pancasila dalam ini yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Sehingga perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM).
Pada era globalisasi ini dimana persaingan dalam berbagai bidang, khususnya yang bersentuhan dengan ekonomi sangatlah kompetitif, terutama dalam bidang usaha dan perdagangan. Kesalahan dalam memilih orang pada posisi-posisi penting ekonomi akan membawa akibat fatal. Mereka hanya memperpanjang daftar penderitaan rakyat, jika mereka tidak memiliki rasa simpati yang ditingkatkan menjadi empati terhadap denyut nadi kehidupan rakyat,dengan menyederhanakan birokrasi dalam berbagai perizinan, menghapus berbagai pungutan dan retribusi yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, menciptakan rasa aman dan sebagainya yang akan membuahkan suasana kondusif bagi dunia usaha untuk meningkatkan kinerjanya.
Dalam bidang Sosial Budaya Aktualisasi Pancasila dalam bidang social budaya berwujud sebagai pengkarakter sosial budaya (keadaban) Indonesia yang mengandung nilai-nilai religi, kekeluargaan, kehidupan yang selaras-serasi-seimbang, serta kerakyatan profil sosial budaya Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia yang gagasan, nilai, dan norma/aturannya yang tanpa paksaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan proses pembangunan budaya yang dibelajarkan/dikondisikan dengan tepat dan diseimbangkan dalam tatanan kehidupan, bukan sebagai suatu warisan dari generasi ke generasi, serta penguatkan kembali proses integrasi nasional baik secara vertical maupun horizontal.
Dalam bidang hukum, Pertahanan dan Keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya hidup manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan hankam. Pertahanan dan keamanan harus diletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai soatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.
Pertahanan dan Keamanan, Pancasila dapat dijadikan sebagai margin of appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line at which supervision should give way to State’s discretion in enacting or enforcing its law, striking(menemukan) a balance between a right quaranteed and a permitted derogation (limitation), Move principle of justification than interpretation, Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute, A Uniform Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging confrontantions.
2. Saran
Dari paparan pembahasan di atas, Indonesia perlu menata kekuatan struktural guna melakukan proses penguatan potensi local Selain penguatan struktural, pembenahan mental (kultural) bangsa ini pun perlu dipikirkan. Harus jujur dan lapang dada kita akui bahwa saat ini bangsa Indonesia memiliki kebiasaan kultural “mentalitas orang kalah”. Kerap kali kita terlalu terbuka menerima pengaruh dari luar. Ironisnya, pengaruh luar yang masuk ditelan begitu saja.
Dengan berlandasan falsafat pancasila,yang berisi nilai - nilai luhur yang bersifat
0 komentar:
Posting Komentar